Itulah penggalan doa Abu Bakar yang bisa memberi pelajaran tentang indahnya penyikapan muslim terhadap terhadap dunia. Tangan bermakna pengelolaan, pengendalian, penguasaan. Harus kita yang mengendalikan dunia, jangan sampai sebaliknya justru kita yang dikendalikan oleh dunia.
Jadikan akhirat di hatiku, mengapa? Itu perlambang kewaspadaan, jangan sampai dunia masuk ke dalam hatinya.
Abu Bakar sadar bahwa kekayaan yang ditumpuk takkan pernah memuliakan pemiliknya. Seorang mulia tergantung pada kualitas dirinya baik di hadapan Allah maupun di hadapan sesama manusia.
Muslim wajib kaya
Sejarah mencatat banyaknya Muslim yang kaya sejak dahulu. Rasulullah saja saat menikahi Siti Khadijah, maharnya 20 ekor unta, kalau diuangkan sekarang sekitar 500 juta. Asy Syifa binti Abdillah yang sukses menjaga kesehatan rakyat Madinah. Usahawan Abdurrahaman bin Auf yang telah memakmurkan pasar dan meruntuhkan kungkungana hegemoni ekonomi Yahudi. Tercatat juga dalm sejarah bagaimana investasi Usman bin Affan yang berhasil memakmurkan Madinah. Keuletan Abu Thalhah telah menjamin ketahanan pangan di Madinah. Administrasi ala Umar Ibn Khattab telah memakmurkan negerinya. Kejelian akunting Abu Ubaidah telah menjamin pemertaan ekonomi masyarakat saat itu. Lalu bagaimana dengan kita ?
Suatu saat Rasulullah menjenguk Saad bin Abi Waqash yang sedang sakit. Katanya kepada Rasulullah "Saya mempunyai harta dan hanya putriku satu-satunya yang akan mewarisiku, dapatkah aku sedekahkan 2/3 dari kekayaanku? Jangan", jawab Rasulullah. "Bagaimana kalau setengah?" Tanya Saad, "Jangan" Jawab Rasulullah . "Bagaimana kalu 1/3? Sepertiga pun masih banyak", jelas Rasulullah. Kemudian beliau bersabda, "Sesungguhnya lebih baik meninggalkan ahli warismu dalam keadaan kaya daripada meninggalkan mereka dalam keadaan miskin meminta-minta."
Jadi Rasulullah mengutamakan untuk meninggalkan ahli waris yang kaya. Karena fakir itu bisa membuat orang kufur. Betapa celakanya kita meninggalkan ahli waris yang miskin dan kufur pula. Karena itu kita harus berusaha agar selama hidup di dunia memperoleh rezeki berlimpah yang bermanfaat.
Tapi bukankah Allah yang menakdirkan kita jadi orang kaya atau miskin? Betul, ini yang perlu kita luruskan. Banyak yang menganggap takdir itu sebagai "kepasrahan" atau "ke apa boleh buat an". Mari kita merenung, mungkinkah kekayaan bisa diraih dengan pasrah? Dan adil tidak jika kekayaan dihadiahkan pada orang yang pasrah, yang tidak berbuat apa-apa untuk meraihnya? Tidak perlu bertanya pun, nurani kita dengan spontan memiliki jawaban yang selaras : "TIDAK!".
Kehidupan bukanlah sesuatu yang given, yang harus kita terima apa adanya. Justru sebaliknya selalu ada ruang bagi manusia untuk menjatuhkan pilihan. Peran manusia sangat memungkinkan untuk beralih dari takdir yang satu ke takdir yang lain, bergantung pada usaha kita. Kita bisa berlari dari takdir Allah yang satu ke takdir Allah yang lain dengan takdir Allah juga.
Jadikan akhirat di hatiku, mengapa? Itu perlambang kewaspadaan, jangan sampai dunia masuk ke dalam hatinya.
Abu Bakar sadar bahwa kekayaan yang ditumpuk takkan pernah memuliakan pemiliknya. Seorang mulia tergantung pada kualitas dirinya baik di hadapan Allah maupun di hadapan sesama manusia.
Muslim wajib kaya
Sejarah mencatat banyaknya Muslim yang kaya sejak dahulu. Rasulullah saja saat menikahi Siti Khadijah, maharnya 20 ekor unta, kalau diuangkan sekarang sekitar 500 juta. Asy Syifa binti Abdillah yang sukses menjaga kesehatan rakyat Madinah. Usahawan Abdurrahaman bin Auf yang telah memakmurkan pasar dan meruntuhkan kungkungana hegemoni ekonomi Yahudi. Tercatat juga dalm sejarah bagaimana investasi Usman bin Affan yang berhasil memakmurkan Madinah. Keuletan Abu Thalhah telah menjamin ketahanan pangan di Madinah. Administrasi ala Umar Ibn Khattab telah memakmurkan negerinya. Kejelian akunting Abu Ubaidah telah menjamin pemertaan ekonomi masyarakat saat itu. Lalu bagaimana dengan kita ?
Suatu saat Rasulullah menjenguk Saad bin Abi Waqash yang sedang sakit. Katanya kepada Rasulullah "Saya mempunyai harta dan hanya putriku satu-satunya yang akan mewarisiku, dapatkah aku sedekahkan 2/3 dari kekayaanku? Jangan", jawab Rasulullah. "Bagaimana kalau setengah?" Tanya Saad, "Jangan" Jawab Rasulullah . "Bagaimana kalu 1/3? Sepertiga pun masih banyak", jelas Rasulullah. Kemudian beliau bersabda, "Sesungguhnya lebih baik meninggalkan ahli warismu dalam keadaan kaya daripada meninggalkan mereka dalam keadaan miskin meminta-minta."
Jadi Rasulullah mengutamakan untuk meninggalkan ahli waris yang kaya. Karena fakir itu bisa membuat orang kufur. Betapa celakanya kita meninggalkan ahli waris yang miskin dan kufur pula. Karena itu kita harus berusaha agar selama hidup di dunia memperoleh rezeki berlimpah yang bermanfaat.
Tapi bukankah Allah yang menakdirkan kita jadi orang kaya atau miskin? Betul, ini yang perlu kita luruskan. Banyak yang menganggap takdir itu sebagai "kepasrahan" atau "ke apa boleh buat an". Mari kita merenung, mungkinkah kekayaan bisa diraih dengan pasrah? Dan adil tidak jika kekayaan dihadiahkan pada orang yang pasrah, yang tidak berbuat apa-apa untuk meraihnya? Tidak perlu bertanya pun, nurani kita dengan spontan memiliki jawaban yang selaras : "TIDAK!".
Kehidupan bukanlah sesuatu yang given, yang harus kita terima apa adanya. Justru sebaliknya selalu ada ruang bagi manusia untuk menjatuhkan pilihan. Peran manusia sangat memungkinkan untuk beralih dari takdir yang satu ke takdir yang lain, bergantung pada usaha kita. Kita bisa berlari dari takdir Allah yang satu ke takdir Allah yang lain dengan takdir Allah juga.
Kekayaan bukanlah kemudharatan dalam hidup. Dengan kekayaan kita bisa membantu perekonomian umat dengan lebih mudah. Kita bisa dengan mudah mengentaskan kemiskinan.Kita bisa membangun ribuan mesjid yang masih terbengkalai tanpa penderma. Kita bisa membantu pesantren kumuh yang kekurangan dana. Betapa banyak kewajiban yang dapat terlaksana dengan perantaraan harta. Capailah kekayaan diri, agar imbasnya bisa memberikan kemanfaatan kepada umat sebanyak mungkin. Itu yang penting. Wallahu alam.
Sumber : lancarrezeki.blogspot.co.id/
Sumber : lancarrezeki.blogspot.co.id/
0 komentar:
Posting Komentar